JAKARTA || BICARAMEDIA.COM – Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yusharto Huntoyungo menegaskan pentingnya optimalisasi peran Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK) di daerah sebagai langkah strategis guna mempercepat akselerasi kebijakan publik yang berkualitas. Hal ini disampaikannya saat membuka kegiatan Workshop Pembinaan JFAK untuk Akselerasi Layanan Dasar yang Inklusif. Kegiatan tersebut berlangsung di Command Center BSKDN pada Kamis, 24 Oktober 2024. sebagai bagian dari kerja sama BSKDN dan Program Akselerasi Layanan Dasar Sinergi dan Kolaborasi untuk Akselerasi Layanan Dasar (SKALA) Kemitraan Australia-Indonesia.
Dalam sambutanya, Yusharto menyoroti perihal kontribusi yang diberikan JFAK dalam proses penyusunan, implementasi, hingga evaluasi kebijakan. Dia menegaskan, guna mewujudkan kebijakan yang berkualitas JFAK perlu meningkatkan kompetensi yang dimiliki sekaligus melakukan kolaborasi dengan jabatan fungsional lainnya. Ini meliputi Jabatan Fungsional (JF) Perencana, JF Peneliti, JF Perancang Perundang-undangan, JF Administrator Kesehatan, JF Pengawas Farmasi dan Makanan, JF Statistisi, JF Widyaiswara, serta JF Dosen.
“Dengan demikian akan ada kolaborasi yang sangat erat bukan hanya antar JFAK tetapi juga akan melibatkan jabatan-jabatan fungsional lain,” terangnya.
Dengan kemampuan analisis yang dimiliki dan kolaborasi dengan berbagai pihak, para analis kebijakan diharapkan dapat memberikan rekomendasi berdasarkan data yang akurat dan pendekatan berbasis bukti. Dengan demikian, kebijakan yang dihasilkan lebih efektif dan efisien. “Kami di BSKDN terus mendorong daerah untuk memperkuat fungsi dan kapasitas JFAK. Ini sangat penting mengingat tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah semakin kompleks, mulai dari isu ekonomi, sosial, hingga tata kelola pemerintahan,” tegas Yusharto.
Sementara itu, Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara (KKIAN) Lembaga Administrasi Negara (LAN) Tri Widodo Wahyu Utomo menegaskan, kebijakan publik yang unggul dapat mempercepat akselerasi pelayanan dasar yang inklusif di seluruh daerah Indonesia. Dia mengatakan, berdasarkan Indeks Kualitas Kebijakan Tahun 2023, kualitas kebijakan di tingkat pusat relatif lebih baik dibandingkan di daerah. Ini berarti, peran JFAK di daerah perlu terus diperkuat.
“Jadi kami LAN sebagai instansi pembina sangat senang dihubungkan dengan SKALA dengan teman-teman BSKDN yang punya tangan sampai di tingkat daerah, kami enggak punya Bapak/Ibu. Maka kemudian kalau LAN, Kemendagri dengan SKALA bisa berkolaborasi maka cita-cita mendorong kebijakan yang berkualitas itu bisa jauh lebih cepat,” ungkapnya.
Hal serupa diungkapkan Penjabat (Pj.) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua Barat Jacob Fonataba mengenai pentingnya peran JFAK dalam mendukung pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Ini misalnya terkait pemanfaatan lahan pangan di Merauke dan kolaborasi dengan masyarakat adat. Terkait hal itu, Fonataba menekankan bahwa salah satu tugas penting JFAK adalah melakukan kajian terhadap kelayakan pembangunan berkelanjutan tersebut.
Namun demikian, Fonataba juga mengakui bahwa jumlah analis kebijakan di daerahnya masih sangat terbatas, dan kompetensi mereka pun perlu ditingkatkan. Tantangan lain yang dihadapi adalah ketidakpastian terkait lembaga pembina di daerah, serta penilaian kerja dan insentif yang belum jelas. “Ini semua berdampak pada rendahnya kontribusi JFAK dalam mendorong inovasi daerah dan percepatan penyediaan layanan dasar yang inklusif,” tegasnya.
Di lain pihak, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Maluku, Anton A. Lailossa mengungkapkan tantangan serupa juga dihadapi di Maluku. Menurutnya, JFAK sangat diperlukan untuk menelaah berbagai faktor yang memengaruhi perkembangan daerah, termasuk masalah kemiskinan dan dampak lingkungan.
“Banyak faktor yang harus ditelaah oleh analis kebijakan. Misalnya, mengapa Maluku masih tergolong miskin? Bagaimana pengaruh lingkungan terhadap perkembangan daerah kami? Ini semua membutuhkan kajian mendalam yang hanya bisa dilakukan oleh analis kebijakan yang kompeten,” pungkasnya.
(Moh Rudolf)